CINTA PERTAMA
Tepat bulan November 2021 gue pindah rumah. Sebelum itu, gue
lagi beres-beresin barang, mana yang perlu dibawa, mana yang engga. Gue juga lagi mencari foto-foto waktu masih kecil. Disebelah
rak sepatu, gue membuka sebuah album foto dari sekotak kardus yang disimpan
bareng kardus lainnya. Di album itu, banyak banget foto-foto orang tua gue
waktu jaman SMA. Stelannya persis banget kaya Dilan 1990, kayanya sih mereka
SMA di tahun segituan. Kemudian Ibu gue dateng, lalu dia cerita soal gimana dia
bisa ketemu sama bapak gue.
Bagi yang belum tau bagaimana rupa ibu-bapak gue, bayangin
aja Ibu itu Desi Ratnasari dan bapak itu Jackie Chan. Teman-teman yang udah
kenal sama bapak gue, mereka mengakui bahwa benar, mirip Jackie Chan.
Jadi, selama SMA sampai kuliah Ibu tinggal di Bandung sama Bude. Ibu ini katanya banyak yang naksir di gang dimana dia tinggal. Bude juga suka ikutan kenal-kenalin beberapa cowo. Salah satunya, bapak gue. Singkat cerita, bude ngajak bapak gue ke Bandung, Ibu sama bapak gue ketemuan. Ibu mengatakan kalau wujud dari bapak gue dulu itu mirip artis korea, yaitu Asian, putih, rambut belah tengah. Lebih kaya Jamet sih, tapi percayalah, beneran mirip. Mereka LDR-an selama 5 bulan, setelah itu nikah di tahun 1996 tepatnya di Gedung Wanita yang sekarang jadi Gedung Lasminingrat.
Setelah dengar cerita itu, gue bengong sebentar. Ada dua hal yang bikin gue jadi pengen nostalgia juga. Pertama, gue lagi cari foto waktu masih kecil. Kedua, gue baru aja abis dengar cerita cinta orang tua. Gue jadi kepikiran, waktu itu
cinta pertama gue gimana yak?
Coba deh lu ingat-ingat lagi, kapan cinta pertama lu? Gimana
pun ending-nya, dari tragis sampai ke
bahagia, mau sedih ataupun senang, pasti bakal ketawa aja kalo di ceritain
lagi. Sama kaya teori komedi yang gue tau dari Raditya Dika ‘Komedi adalah tragedi
yang dikasih waktu’ Jika pada waktu itu lu nangis sejadi-jadinya, mungkin 10
tahun kemudian, ketika lu ingat lagi kejadiannya atau ceritain ke orang, maka
akan ketawa-ketawa aja.
Pengalaman berharga yang susah banget dilupain sih kalo
cinta pertama itu, se-kampret apapun kejadiannya pada saat itu. Pengalaman
bikin lu dewasa, dewasa bikin lu belajar, belajar bikin lu ningkatin kualitas
diri.
Jadi gue ready
banget buat bisa dengar cerita cinta pertama kalean!
Cinta pertama bisa dateng kapan aja, ada yang bermula dari
SD, SMP, SMA, bahkan ada yang menemukan cinta pertamanya waktu udah kerja. Gak
pernah tau, gak ada yang tau. Pengalaman dari orang yang gue kenal sih rata-rata
mereka cinta pertamanya ketika SMP ya. Nah, kebetulan, cinta pertama gue itu ada di TK,
ekhem, iya TK. Gue tau itu dini banget, puber aja belom, bulu ketek juga belom
ada, pipis juga masih sering belepotan kemana-mana. Kalaupun anak TK pacaran,
mentok-mentok mereka cuman bisa main ayunan sama jajan es doger.
Jadi, gue pertama sekolah tahun 2008 di Taman Kanak-Kanak
Setia, Bekasi. Gue ada di kelas Nol Besar Anggrek. Saat itu, gue gak tau kalau
anggrek adalah tanaman. Gue kira semacam nama petasan atau nama ras kucing.
Gue sering diantar jemput oleh supir ojek langganan, namanya
Pak Jono. Dia tinggal sama istri dan satu anaknya. Jika Pak Jono tidak bisa
mengantar, maka istrinya yang akan menggantikannya buat jadi supir. Gue
berhenti diantar jemput sejak naik ke kelas 1 SD. Gue merasa culun aja,
teman-teman komplek udah bisa naik sepeda sendiri buat berangkat sekolah. Maka,
gue dibelikan sepeda, tentu tidak roda empat, karena itu akan semakin culun.
Sekolah gue pada saat itu, orang-orangnya banyak yang
dilatar belakangi dengan agama yang berbeda-beda. Seingat gue, orang yang
beragama islam di angkatan gue itu cuma ada 7 orang. Nah, bagi yang nanya
kenapa gue gak disekolahin di TK Islam aja, kaya kebanyakan tetangga. Kata Ibu,
pada saat itu banyak lulusan TK ketika masuk SD, masih belum bisa membaca dan
menulis, akhirnya mereka ketinggalan dari murid-murid lainnya. Walaupun sebelum
sekolah gue udah diajarin untuk menulis abjad, mengeja, juga berhitung. Gue
juga cukup sering dibelikan majalah bobo. TK yang bagus pada saat itu adalah TK
Setia, guru-gurunya oke, lokasinya lumayan dekat sama rumah, walaupun kami jadi
minoritas tapi gada yang salah dengan itu. Secara gak langsung udah diajarin
toleransi ke orang yang berbeda. Itu jawaban komplitnya. Jawaban singkatnya,
karena abang gue dulu disana, udah.
Karena tadi udah ke-notice
soal beragam agama yang ada di TK gue. Di awal-awal masuk TK, wali kelas
gue Ibu Ria ini agamanya Kristen, sebelum pelajaran dimulai ketika semuanya
siap berdoa, gue memperhatikan tangan Bu Ria ketika berdoa, beliau mengepalkan
kedua tangannya, menunduk, dan memejamkan mata. Karena dia guru, maka gue
ikuti.
Hal itu pun menjadi kebiasaan ketika akan mulai sesuatu,
dimana harus diawali dengan berdoa dulu. Cara tersebut itu pun gue praktekkan,
bahkan setelah selesai sholat. Ibu gue kaget melihat tingkah gue ketika berdoa,
mungkin dikepalanya bertanya-tanya, sejak kapan anaknya pindah agama??? Akhirnya
dia memberi tahu gue bagaimana cara berdoa yang benar.
Okay, back to the main topic about first love.
Sejak gue kecil, hiburan satu-satunya yang gue punya adalah televisi. Stasiun
TV yang sering gue tonton saat itu adalah Spacetoon, target marketnya memang
diperuntukkan buat anak-anak. Makanya kebanyakan programnya itu Anime yang di dubbing menjadi bahasa Indonesia.
Sekarang stasiun tersebut berubah menjadi NET TV, ah good memories. Selain itu, acara FTV juga lagi naik-naiknya di
Indonesia. Ditambah lagu-lagu dangdut yang liriknya menjerumus ke arah
seksualitas.
Gue baru tau dan sadar kalau anak adalah peniru terhebat di
dunia. Mereka bisa menirukan apa pun yang dia terima. Karena pada dasarnya
manusia adalah makhluk yang menerima informasi. Jadi, apapun yang dia liat, dia
dengar, akan masuk ke ingatannya, dan akan dia implementasikan ke masyarakat.
Tergantung gimana cara orang tua ngedidik anaknya juga sih. Gue bersyukur
dibesarkan dengan sangat baik yang orang tua gue bisa lakukan.
Mungkin ya, gue juga gak tau pasti, correct me if I’m wrong.
Secara gak langsung, gue menerima informasi soal
cinta-cintaan sejak gue dini yang gue tiru ketika gue TK. Yang gue rasakan saat
itu, mungkin akan menyenangkan ketika kita punya teman dekat, ngerjain PR
bareng, jajan bareng, pulangnya sama-sama, persis seperti yang di film-film romance tunjukan. Sampai lah dimana gue
naksir sama seorang perempuan di kelas gue, namanya Velicia. Jujur, gue lupa
pengejaan namanya gimana. Entah Velissia, Velicia, Felicia, atau Felissia.
Kita anggap lah dulu namanya Velicia. Saat itu, dia ‘Super Duper Triple Double Deluxe cantik
luar biasa cantik’ mungkin yang paling cantik di sekolahan gue. Seingat gue, dia
beragama katolik, keturunan chinese, rambutnya kira-kira sepunggungnya, terkadang
pakai bando warna ungu, suka dianter jemput sama ibunya. Pokonya dia ini top
idol lah di sekolah gue, bahkan teman-teman gue, Samuel, Imanuel, Timothy, juga
menyukainya.
Bayangin! Apa yang bisa gue lakukan waktu itu buat dapet
perhatiannya dia. Gak mungkin dong, gue bonceng dia naik vespa matic, atau sekedar
dinner romantis di restoran fancy. Naik sepeda aja masih sering
nabrak, itupun ban belakangnya harus di ganjel sama aqua gelas, biar suaranya mirip
motor racing.
Keahlian gue saat itu adalah jago menggambar, Hasil karya
coretan gue di buku gambar adalah yang paling bagus (bagi gue). Walaupun cuma
dua gunung, tengahnya matahari, ada jalanan lurus, lengkap di kanan dan kirinya
sawah, pelengkapnya burung yang cuma digambar menyerupai huruf ‘M’.
Gue lupa bagaimana detailnya, tapi ada satu kejadian yang gak
akan gue lupain seumur hidup, dimana gue dicium untuk pertama kalinya oleh
cinta pertama gue.
Gue beneran butuh mesin waktu untuk liat lagi gimana
persisnya kejadian itu berlangsung.
Jadi, entah ada apa di hari kamis, jadwal murid memakai
seragam kotak-kotak ungu. Ketika jam menggambar, gue duduk tepat disebelahnya.
Kayanya ya, kami taruhan siapa yang paling cepat selesai, maka akan di kasih
hadiah. Mendengar hal itu, gue semangat dong buat gambar apa aja yang penting
cepat selesai. Biasanya gue coba semua pensil warna untuk gue warnain di buku
gambar, Kali ini, gue hanya butuh beberapa aja.
Gue ingat lagi senang-senangnya nonton Naruto, episode yang gue tonton kemarin adalah
ketika Naruto memanggil Gamabunta untuk membantu Naruto buat melawan Gaara. Sesaat setelah pelajaran menggambar dimulai, gue membutuhkan
bantuan Gamabunta buat beresin tugas gambar gue. Yang gue lakukan adalah
menggigit jempol gue, lalu gue letakkan telapak tangan gue ke lantai, persis
seperti yang Naruto lakukan, dengan harapan lingkaran jurusnya muncul, keluar
kabut asap tebal, dan Gamabunta datang siap beraksi. Hasilnya adalah gue gigit jempol gue,
lalu gue letakkan telapak tangan ke lantai, dan tangan gue kotor, gak ada
Gamabunta, Bu Ria memperhatikan. Gue keliatan kaya orang bego.
Gue putuskan untuk gambar Naruto, gak terlalu ribet. Warna
yang gue butuhkan juga hanya oranye, kuning, sama biru. Sip, gak akan makan
waktu yang lama. Gue melirik gambar apa yang Velicia buat. Tangannya sibuk
membuat lingkaran dari berbagai pensil warna. Ternyata dia menggambar
macam-macam bunga gitu.
Hasilnya, gue selesai duluan, otomatis gue menang dong. Walaupun, Naruto yang gue bikin mirip manusia nanas muda dengan tangan kanan mengeluarkan
rasengan yang terlihat seperti upil biru.
Gue berdiri dan segera menghampiri Bu Ria. Beliau terkejut
melihat gue selesai begitu cepat dari biasanya. Baru saja gue memberikan karya
gue si manusia nanas ini dengan upil birunya. Tiba-tiba, dari arah kiri, Velicia berlari
menuju gue dan Bu Ria. Belum sempat gambar gue dilihat oleh Bu Ria, Velicia
memberikan buku gambarnya. Inilah yang terjadi kawan, semua terjadi begitu
cepat, berhadapan dengan guru tepat di depan kelas ketika murid-murid sibuk
dengan urusannya. Setelah dia memberikan buku gambarnya ke Bu Ria, badannya
menghadap ke gue, kakinya jinjit, kepalanya berusaha sejajar dengan kepala gue,
dia menutup matanya, kepalanya perlahan mendekat. Lalu, bibirnya sukses meraih
pipi gue. Dalam sekejap, dia kembali ke mejanya
Kecupan pertama yang gue terima dari orang yang gue suka.
Badan gue diam gak bisa gerak, mata melotot, mulut mangap,
otak masih loading, gue pipis dikit
di celana. Di tengah kebengongan gue dari apa yang baru aja terjadi, Bu Ria
ketawa ngakak, sampai dia harus mencopot kacamatanya, karena ada air mata.
Malu abis, gak berani buat liat reaksi yang lain.
Bahkan kami berdua belum menentukan, hadiah apa yang akan
diterima kalau menang, dicium gak ada di rencana. Sekedar taruhan buat siapa
yang cepat selesai, dia pemenangnya. Kemenangan pertama kali yang gue raih,
membuahkan hasil yang gak di duga-duga pada saat Taman Kanak-Kanak.
Semuanya tejadi begitu cepat.
Kenangan terakhir yang bisa gue ingat di masa itu adalah
hari itu, kecupan itu. Tidak ada penjelasannya, either gue lupa atau emang gak perlu dijelasin.
Singkat cerita, kami berdua masuk SD yang berbeda. Gue masuk
Arlibels atau SDN Aren Jaya XV, dia masuk SD Strada Budi Luhur. Dia juga pindah
rumah ke daerah komplek gue di Polimer, betul kami tetanggaan, tapi, gapernah
lagi kita saling ngobrol, apalagi nyapa. Sampai akhirnya, gue pindah rumah dan
saat ini gue lagi di tengah-tengah mau pindahan rumah lagi.
Udah cukup lama mencari dimana foto gue waktu TK. Dari album
ke album, kardus ke kardus, tetap gak ketemu. Gue udah cari nama Velicia,
Velissia, Felicia, Felissia dari mulai facebook, twitter, bahkan instagram.
Dari riwayat SD nya pun gak ada. Gue dah berusaha buat ngasih tau teman yang
masih tinggal di Polimer buat nanyain kabarnya giimana. Hasilnya, gak ada yang
tau. Maka, sampai saat ini gue gak tau dia sekarang gimana.
Seperti yang gue bilang di awal, cinta pertama tetap ngasih
pengalaman berharga yang gabisa dilupain. Bikin jadi lebih belajar walaupun
masih seumuran anak TK untuk dipakai di kisah berikutnya. Gue cukup
menyayangkan, gue tidak tumbuh cukup lama di Bekasi. Tapi ya, apapun yang
terjadi, terjadilah. It was fun when I
grew up there, met her even for a moment.
Gue lanjutin beres-beres rumah, siap-siap mau pindahan.
Berharap suatu saat nanti kami bertemu kembali.
Untuk Velicia, hai.
Komentar