SIAPA YANG MEMBUNUH CITA-CITAMU ?

 

Seharusnya gue tidak menulis ini karena gue lagi ditengah proses untuk menulis cerpen selanjutnya. Ini terjadi ketika gue tidak sedang dalam mood yang sesuai untuk menulis, tidak berada dalam kondisi biasanya. Maka tujuan gue saat ini adalah untuk mencari mood itu. Gimana caranya kembali ke keadaan yang sesuai agar gue bisa melanjutkan apa yang lagi di tulis.

Hal pertama yang gue lakukan adalah buang air besar, gue ulangi, buang air besar sambil melamun, gue ulangi lagi, buang air besar akibat sambel buatan bokap sambil melamun. Proses berpikir sambil mengawang-ngawang sembari mengeluarkan ledakan maha dahsyat sampai air di dalam ember bergoyang-goyang hingga akhirnya timbul pertanyaan dari kepala gue, ini sebenernya ada apa?

Setelah sesak napas akibat bau yang tidak wajar, gue menyadari kalau gue lagi tidak ingin menulis padahal itu adalah hal yang gue suka. Entah kenapa rasanya gue ingin membanting sesuatu saat itu, tapi tidak ada yang cocok untuk gue banting kecuali si kuning yang sedang mengambang di closet dengan tenang. Akhirnya niat itu gue urungkan karena bisa-bisa gue kehabisan napas karena menahan bau. 

Setelah proses buang air besar yang begitu hebat gue menanyakan keadaan ini kepada teman gue via whatsapp yang sekarang sedang kuliah kedokteran.

Gue chat dia sekitar pukul 22.10 WIB. “Selamat malam dedak kopi.”

Tiga menit setelah itu, kemudian dia membalas “Gak elit amat dedak kopi, serbuk berlian kek.” Kata dia sewot.

“Gue kalo nulis biasanya suka ketawa-ketawa sendiri, kok sekarang beda?” Tanya gue.

Perlu gue jelaskan kalau gue ketawa sendiri bukan karena otak gue berputar 180° sehingga jadi cengengesan sambil bugil lari-larian di trotoar, bukan itu. Melainkan karena isi dari blog gue adalah kebanyakan kejadian jaman dulu jadi kalau lagi mengingat-ingat jadi ketawa sendiri. Gitoh. Teros, rasa beda yang gue maksud adalah gue tidak merasakan itu, rasanya beda seperti gue jadi sering sendawa dan punggung gue banyak bekas kerokan lengkap dengan koyo dimana-mana. Lah jangan-jangan gue masuk angin.

Dua menit kemudian teman gue membalas.

“Mungkin lo lagi jenuh. “

Gue diem sebentar.

Dia menjelaskan kalau jenuh dateng karena rutinitas kita yang itu-itu aja, makanya itu bisa terjadi. Rutinitas gue kebanyakan adalah hal-hal yang emang gue seneng melakukan itu selain nonton film dan mengupil tentunya. Tapi apakah melakukan hal yang gue seneng terus-terusan bisa merasakan jenuh? Atau adakah hal lain yang bisa bikin gue jenuh yang gue gak tau?

Gue mikir gimana caranya biar gak jenuh lagi, cara biar kaya biasa lagi. Gue tanyakan lagi ke diri sendiri, ambisi gue untuk menulis, kenapa gue ingin menulis. Sebenarnya gue menulis adalah untuk langkah awal dari sebuah tujuan yang besar. Tujuan yang ingin gue capai, cita-cita yang gue inginkan. Gue bersyukur gue lagi berproses untuk menuju cita-cita itu. Berhasil atau tidaknya bukan urusan gue. Yang penting gue mulai selangkah demi selangkah untuk sampai kesana.

Terus kepikiran di kepala gue orang yang belum bisa mengejar mimpinya kasian juga ya. Gue gak yakin antara belum bisa atau memang tidak bisa karena ada tuntutan lain yang harus dikejar. Contohnya adalah teman gue yang berkeinginan untuk kuliah diluar, tetapi orang tuanya melarang keinginannya tersebut dengan alasan alangkah lebih baik kalau kuliahnya yang deket aja, deket orang tua. Lalu karena ada faktor ekonomi juga. Akhirnya dia berkuliah di Universitas yang tidak jauh dari SMA-nya dulu.

Bagi gue, kuliah tidak sama, tidak ada yang sama. Akreditasi kampus X dengan kampus Z udah beda. Fasilitas universitas A beda dengan universitas B meskipun pada jurusan yang sama. Lingkungan di Depok beda dengan lingkungan di Bandung. Jurusan Psikologi di Universitas C beda dengan Universitas D.

Ketika lu punya keinginan akan sesuatu dan lu merasa yakin bisa melakukannya, tapi ada sebuah tembok besar yang menghalangi. Orang yang lu percaya bisa aja teman, pacar, ataupun keluarga ternyata menentang akan hal itu, mungkin rasanya menyebalkan ketika tidak dapat dukungan dari orang terdekat. Mungkin mereka merasa apa yang lu inginkan bukan yang terbaik untuk lu. Pilihannya cuma menyerah mengejar mimpi itu atau terobos ajalah anjeng...

Teman gue yang lain bahkan mempunyai keinginan untuk sekedar berkuliah, tetapi karena harus menafkahi ade-adenya maka keinginan itu mungkin ditunda dulu untuk mencari pekerjaan.

Kemudian orang yang berkeinginan untuk menjadi pemain timnas sepak bola Indonesia, terobsesi sekali dengan sepak bola, hingga berlatih dan terus berlatih. Sampai akhirnya dia harus mengejar bis di seberang jalan untuk pergi ke tempat latihan, dan tidak melihat bahwa mobil berkecepatan tinggi datang menghampirinya.

Banyak sekali contoh lain dari yang terpaksa menunda mimpinya sampai tidak mungkin lagi mimpinya untuk bisa dikejar. Gue menyadari kalau semua pandangan orang berbeda dan kemampuan semua orang juga berbeda. Cuman gue pernah merasakan itu, mungkin orang diluar sana juga pernah merasakan itu atau lu bahkan sedang merasakan itu. Mengejar sekuat tenaga apa yang kita inginkan lalu tidak menyangka bahwa apa yang kita inginkan tidak sama seperti apa yang direncanakan tuhan.

Lalu, ketika cita-cita lu, keinginan lu, mimpi lu dari kecil tidak bisa menjadi kenyataan apa yang lu lakukan? Gue mendengar dari stand up comedy-nya Pandji Pragiwaksono dengan judul ‘JANGAN BUNUH MIMPIMU’ Ketika mimpi lu terkubur sangat dalam, mimpi itu akan terus hidup, terus hidup, terkubur dan terus hidup, sampai akhirnya bangkit dalam bentuk penyesalan.

Mempunyai rencana cadangan atau cita-cita baru mungkin sebuah solusi untuk tidak terus dalam kondisi ‘terbunuhnya cita-cita’. Gue cukup memahami ketika cita-cita orang mati mungkin ada yang karena orang tua, keadaan lingkungan, atau bahkan karena ulah lu sendiri. Tapi untuk keluar dari situasi itu, terbebas dari rasa gaenak di dalam diri karena gak berhasil mengejar apa yang lu inginkan butuh proses yang panjang, perjalanan yang lama sampai akhirnya bisa menerima itu.

Marah? Gelisah? Takut? Kesal? Siapa yang harus disalahin ketika mimpi itu gak bisa terwujud? Atau sebenarnya lu tidak perlu menganggap itu sebagai sebuah kesalahan?

Gue belum memikirkan apa yang akan gue lakukan kalau gak kesampean. Gue gak tau apa yang ada di depan gue, ini sekedar pikiran yang sekedar melintas aja dari fase ‘jenuh’ yang teman gue bilang tadi. Gue lagi fokus aja mencari mood itu, mood untuk menulis. 

Setelah itu gue berhenti melamun, tarik nafas panjang terus turun kebawah buat makan. Setelah beberapa episode Yu-Gi-Oh! Arc V dengan harapan dari istirahat sebentar gue menemukan apa yang sedang gue cari. Kemudian gue menulis tulisan ini dan sampai pada paragraf terakhir yang lagi kalian baca. Semoga bisa dapet sesuatu dari tulisan ini terus tanyain ke diri sendiri apa cita-cita lu dan bagaimana cara dapetinnya atau siapa pembunuh cita-cita lu dan bagaimana cara mengatasinya. Jangan tanya gue karena gue lagi fokus di hal lain, tapi setidaknya gue udah tau apa yang harus gue persiapkan ketika buang air besar nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEBELUM TIDUR

SERBA - SERBI MENJADI ORANG YANG MEMBOSANKAN

DO PEOPLE THINK ONLY ABOUT LOVE IN THEIR WHOLE LIFE?