MENUNGGU
June, 15 2022
Pernah gak sih lu kebingungan? Saking bingungnya lu sampe
bingung kenapa lu bingung.
Ternyata apa yang gue bingungin kurang lebih tentang gue
yang lagi menunggu. Iyaa semacam kegiatan bengong bengong doang sambil
menantikan apa yang sebenernya belum tentu sesuai dengan apa yang lu pikirin.
Menunggu itu ternyata ngeselin ya.
Kaya tadi aja, gue lagi nunggu proses pencetakan kartu SIM A
gue setelah melalui proses panjang yang dilibatkan dengan ‘menunggu’. Lebih
kampretnya lagi, handphone gue low battery, salah satu yang bikin ngisi waktu
kalo lagi nunggu ya itu, main handphone. Gue juga baru sadar beberapa bulan ke
belakang kalau handphone gue dengan kapasitas 5000 mah udah cepet abis. Awal
gue beli itu hape baru gue cas setelah dua hari pemakaian. Sekarang belom
setengah hari aja udah 30%. Akhirnya, karna gue belom mampu buat ganti
handphone, solusinya adalah gue nabung buat beli power bank.
Setelah sesi foto dengan muka seadanya, gue kembali bertemu
dengan ‘menunggu’. Untungnya di samping loket ada pojok bacaan yang isinya
buku-buku random yang gak sesuai dengan nama raknya, kaya gue nemu buku
autobiografi dari steve jobs di bagian rak anak-anak, kan gak matching cuy. Gue
baca tuh buku sambil nunggu SIM gue selesai, halaman per halaman gue baca
setengah gak fokus, karna siapa tau nama gue dipanggil kan. Dari apa yang gue
baca Steve Jobs waktu kecil udah seneng sama elektronika. Walaupun dia sering
bolos dari sekolah tapi waktu yang dia pakai buat bolos itu buat ngebangun
mesin di garasinya. Karena terlalu serius walaupun ceritanya seru, gue jadi
mengantuk dan gue simpen kembali buku tersebut di rak anak-anak.
Ada buku yang menarik perhatian gue. Buku ini sangat kontras
dengan tempat yang sedang gue datangi. Buku itu berjudul ‘Jangan Bosan Kritik
Polisi’
“ahahah” kata gue ketawa kecil. Serius nih ada buku
beginian, baru tau gue. Polisi yang baca buku ini bakal tersinggung gak ya
wkwk, gue jadi penasaran. Gue buka lembaran demi lembaran, sampai gue penasaran
dengan tentang komentar-komentar orang yang disampaikan kepada polisi melalui
berita di media massa. Kurang lebih di bab tersebut adalah keluhan dari
masyarakat dari oknum polisi, entah karena kinerjanya kurang atau kelakuannya
aneh-aneh sampe gue ketawa-ketawa. Salah satunya begini, jadi ada dua orang bule
di tilang polisi. Mereka gatau kesalahannya dimana, tapi tiba-tiba polisi itu
setelah memeriksa surat-suratnya, ia langsung menyimpannya di bagasi motornya.
Bingung dong tuh bule ama tuh polisi. Si polisi itu langsung meminta uang
sebesar Rp. 250.000 supaya surat-suratnya balik. “Lah kocak” kata gue. Bule itu
bingung dengan apa yang sebenarnya kesalahan dia. Karena gak bawa uang sebesar
itu, dia hanya mengulurkan uang selembaran Rp. 50.000. Oknum polisi itu gak
terima, terus dia bilang “Saya suka sama kamu, cium saya dulu baru saya beri
surat-suratnya”, “whaahahah goblok” kata gue dalem ati. Dalam tulisan yang gue
baca, menurut bule itu kalau ditempat asalnya hal tersebut udah termasuk ke
dalam tindakan pelecehan. Yeup gue setuju, pelecahan gak cuman dalam bentuk
tindakan, tapi secara verbal juga. Endingnya, tuh bule ngeliat ada polisi lain
yang berjalan kearahnya. Oknum polisi itu ngeliat, terus dia minta selembaran
seratus ribu. Dengan pasrah bule itu ngasih, baru bisa melanjutkan
perjalanannya.
Satu lagi yang epic, jadi ada pejalan kaki yang dipukulin
sama oknum polisi lain karena masalah yang konyol kalau menurut gue. Wwkw, ini
kaco gila, jadi pejalan kaki itu dipukulin karena dia gak bilang ‘permisi’
waktu dia ngelewat ke oknum polisi itu. Ketawa dong gue, “wahahahaha”. Pejalan
kaki itu dateng ke kantornya dengan kondisi wajah bagian kanan memar, dia
mengadu ke atasannya dan dilaporkan lah ke kantor polisi. Maksud gue,
seriously… karena gak bilang ‘permisi’ lu bisa seenak jidat mukulin orang. Emang
perlu banget sampe harus bilang ‘permisi’? Gue merasa herman.
“Ramdhan…” kata mas-mas di samping pojok bacaan.
“Iya, saya” Kata gue.
“Nih, SIM nya dah jadi”
“Okeh, makasih”
Komentar