TIPS BODOH DARI KETUA KELAS
Ketika kelas enam SD gue punya seorang teman. Hampir setiap
hari kami main playsation di rumah gue. Bercanda bareng, sarapan gehu
lontong di kantin bareng, sampai dimarahin guru bareng akibat salah satu murid
yang sering kita ledekin. Satu tahun kemudian, kami berada di SMP yang sama tapi
sayangnya kita engga satu kelas lagi. Waktu berlalu, orang-orang bertumbuh. Ketika
kita ketemu lagi, di saat itulah kita menjadi orang yang berbeda. Orang yang
tidak sama seperti dulu. Bahkan ada rasa canggung ketika kami bertemu setelah
bertahun-tahun dan perasaan canggungnya yang bikin malesin banget. Rasanya kaya kenal orang baru lagi.
Lanjut ke SMP, gue tergolong dalam kategori cowo tidak popular,
kurang pergaulan. Badan gue kurus tinggi, rambut berantakan, gak ngerti mix n match fashion. Maka, ketika gue
keluar rumah hanya sendal jepit, celana panjang, dan hoodie belel bekas abang.
Karena sebelumnya gue menjadi ketua kelas ketika ospek,
dengan berat hati gue ditunjuk lagi untuk jadi orang yang selalu dicariin wali kelas. Padahal ngurus ikan
cupang aja mati. Dengan pengetahuan yang anjlok, satu hal yang gue tau ketika menjadi
ketua kelas adalah usahakan kelas tidak berisik.
Untuk manusia yang berkeinginan menjadi ketua kelas atau
terpaksa menjadi ketua kelas, terus bingung siapa yang harus harus jadi wakil,
sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi. Tips dari gue yaitu melihat siapa yang
tampangnya cocok di posisi itu.
Wakil gak perlu yang ribet, cukup yang punya tampang bodoh
bisa disuruh-disuruh. Ketika gue males merhatiin kelas dan pengen tidur siang, wakil
ketua harus siap siaga mengawasi kelas. Kadang sampai inisiatif menggelarkan
tikar dan bantal agar tidur siang gue bisa lebih afdol.
Kemudian untuk sekretaris gampang aja, siapa yang tampangnya
serius mulu padahal cuma nulis absensi doang. Tulisan sekretaris itu yang
paling bagus dan biasanya cewe. Karena gue yakin cowo-cowo di kelas gue tulisan
tangannya kaya ngeliat orang mabok lem terus joget pargoy di tengah jalan, gak jelas.
Kalau bendahara yang tampangnya agak ngeselin cenderung ke
jutek tapi kalau nagih hutang atau disuruh bayar uang kas, seketika beringas
berubah jadi Werewolf dan teriak “Auu…auu…” ketika bulan purnama.
Seksi kebersihan diliat dari orang yang mukanya polos,
rambutnya klimis rapih, gak gaul-gaul amat, dan suka datang paling pagi kalau
kebagian jadwal piket.
Seksi peralatan liat aja siapa yang bandel, bajunya
dikeluarin, dagunya naik ke atas, dan suka bolos ke kantin. Maka, waktu dia
disuruh ngambil kertas polio atau hvs di ruang Tata Usaha, kita bisa nitip teh
botol.
Selanjutnya adalah seksi keamanan, kunci penting dari visi misi sembrono gue. Dia punya tugas suci untuk memastikan kelas agar tidak berisik. Gue memilih laki-laki dengan badan tinggi besar, mukanya seram,
dan tidak pakai tempat pensil Hello Kitty, karena itu akan membuat dia seketika
culun. Pilihannnya jatuh kepada Azka. Dia lebih tinggi dari gue, ada bekas luka
di mukanya, kepalanya pernah bocor akibat jatuh dari sepeda. Entah dia ini
seram apa sering sial aja. Cuman, pengalaman dia yang paling ekstrim itu waktu
dia kelas enam SD. Azka pernah ngelempar kabel colokan terminal ke gurunya. Dia
dimarahin karena kaga mau pake seragam, gokil gak tuh? Di antara temen-temennya
pake seragam, dia doang yang pake kaos oblong sama hoodie.
Lalu, yang terakhir adalah seksi kerohanian, yaitu si Athaya. Mukanya putih bersih, rambutnya keriting, dan kalau ke sekolah suka naik onta. Kerjaannya setiap pagi dia yang memimpin kami untuk ngaji dari ayat ke ayat.
Jika di kelas kalian ada seksi-seksi selain
yang gue sebutkan barusan, maka cara buat milihnya adalah cari cewek seksi
dengan paras yang cantik dengan harapan semoga bisa kalian pacari.
Karena kemampuan gue untuk memimpin penuh dengan kesotoyan, ternyata arahan gue kepada seksi keamanan agar tidak berisik menjadi sesuatu yang berlebihan. Gue memberikan dia instruksi, setiap jam kosong harus berkeliling ke setiap meja sambil membawa penggaris. Minimal penggaris plastik yang ujungnya ada gambar kupu-kupu dan maksimal penggaris besi sepanjang 30 cm. Karena dia punya dua-duanya, maka dua-duanya dia pakai sambil sesekali mengayunkan kedua penggarisnya dan berkeliling meja. Bagaikan pasukan pengintai di Attack on Titan ketika lagi ngebasmi para Titan, bedanya temen kelas gua gak bugil aja, abnormalnya mah sama.
Ternyata kelas gue
sudah ditakdirkan menjadi kelas yang tidak bisa diatur. Seksi keamanan
kewalahan mengurus kelas, kadang memukul meja gue, dan gue cuma “Hah… hah… Ibu…”
kata gue mengigau karena asik tidur siang. Kami kekurangan orang seram untuk
mengamankan kelas. Athaya mencoba membantu agar kelas tetap tenang dengan
memberi ancaman kepada mereka kalau berisik namanya akan disetor ke wali kelas. Walaupun melanggar
pekerjaan dia yang seharusnya sebagai kerohanian tapi demi tidak menganggu
kelas lain. Dan hasilnya, dia rela tangannya pegel karena dia menulis nama semua orang.
Suatu hari, guru seni budaya yaitu Pak Agus setelah ngejelasin materi
tentang not-not gitu, beliau minta kepada semua murid untuk mengisi lembar kertas
berisi ‘Siapa teman anda yang paling baik?’, ‘Siapa teman anda yang paling
tegas?’, ‘Siapa teman anda yang paling pintar?’, ‘Siapa teman anda yang paling
dibenci?’ Pertanyaan seputar si paling, si paling ini berjumlah sepuluh. Pak Agus ngasih sepuluh menit buat ngisi jawaban. Dengan mudah gue isi siapa teman yang paling nakal, agak
sulit mengisi siapa teman yang paling baik, dan sulit juga mengisi siapa yang
paling pintar, karena yang gue anggap nomer satu di kelas, orangnya pelit,
pura-pura congean kalo ulangan harian. Waktu habis, semua kertas dikumpulin di
meja guru. Pak Agus berdiri dari mejanya meminta satu orang ke depan untuk
menulis suara terbanyak dari siapa yang paling ini. Satu persatu orang
terpilih dari suara mayoritas untuk ditulis di papan. Anna terpilih sebagai yang
paling baik, emang sih dia suka bagi-bagi makanan. Rizky terpilih menjadi yang
paling pintar. Athaya kampret terpilih menjadi yang paling ganteng.
“Sebentar” kata Pak Agus memotong. “Athaya itu
laki-laki?” tanya beliau sambil celingak-celinguk mana orang ganteng yang
terpilih itu. Pak Agus cuma dengar suara “Hadir” doang tanpa ngeliat
orangnya setiap absen. Nama Athaya tertulis di absen bergender ‘P’.
Semua ketawa ngakak.
“Udah biasa, Pak” kata Athaya datar.
Satu persatu soal terisi. Setiap salah satu nama selesai
ditulis, semua orang langsung teriak macem-macem “Ciee yang paling cantik
ciee…”, “Wohoooo… bagi makanannya dong…” sampai yang paling absurd, ada
yang teriak sambil mukul-mukul meja “Pulpen gue ilang… pulpen gue ilang…
tolong cariin!”
Gak mau kalah sama yang lain, ternyata nama gue juga ditulis
dong di papan. Di nomer ke sepuluh, soal terakhir yang Pak Agus bikin. Gue
bengong sekaligus kaget memperhatikan dengan seksama huruf per huruf yang
ditulis oleh sekretaris kelas. Nama gue terpilih sebagai orang yang paling
dibenci di kelas. Seketika suasana menjadi diam. Semua hening, tidak ada
sorak, tidak ada suara. Gue cuma bisa
bengong liat kanan-liat kiri melihat orang yang bisa gue jangkau. Sepertinya
semua yang bisa gue liat juga kaget, ternyata ada sebanyak itu yang gak suka
sama gue.
Pak Agus memecah keheningan. Beliau manggil nama gue sambil
sekali lagi melihat papan tulis ke arah
soal nomer sepuluh biadab itu “Ramdan Farissy yang mana?”
kepalanya sambil bergerak dari kanan ke kiri memperhatikan murid-muridnya.
Gue mengacung “Saya pak.”
“Kamu bukannya ketua Murid kelas ini?”
“Iya, betul Pak.”
“Ohhh... okay.” kata Pak Agus, lalu melihat ke jam
tangannya, waktu istirahat hampir tiba. Kemudian sekretaris kembali ke
bangkunya. Pak Agus berjalan kembali ke mejanya. Ada hening yang cukup panjang.
Di sebelah gue, Athaya berdiri, terus bilang “Biasa… resiko pemimpin.”
Gue cuma bisa ketawa kecil.
Setelah kejadian itu, gue merasa semua orang jadi jauh. Entah
perasaan gue doang atau gue yang emang ngejauh. Pandangan gue ke teman juga
jadi berbeda dari sebelumnya. Walaupun orang itu dekat sama lu, bisa aja dia
punya rasa benci. Mungkin karena cara gue salah ya ketika menjadi ketua kelas.
Padahal gue gak minta posisi itu. Kesotoyan gue menjadi pemimpin, apa aja yang
bisa gue lakukan, berakhir dengan cara gue melihat orang sekarang jadi beda.
Komentar